Rabu, 06 Maret 2013

Rasulullah SAW,Rahmatan Lil Alamin

Mengapa Rasulullah SAW menjadi orang yang paling berhasil dalam dakwahnya? Tak lain karena beliau adalah manusia yang paling memanusiakan manusia. Itulah sebabnya, bila ingin sukses dalam dakwah, ikuti dan teladanilah Nabi SAW.


Jum`at (15/4) umat Islam kembali diuji dengan satu berita duka yang dialami oleh saudara-saudara kita di Cirebon. Sebuah bom bunuh diri diledakkan di Masjid Mapolres Cirebon di tengah-tengah jama’ah yang tengah khusyu’ mengikuti shalat Jum`at. Dua puluh enam jama’ah yang tak berdosa terluka. Pelaku bom bunuh diri tewas.Islam, yang lembut dan penuh cinta kasih, seolah berubah menjadi serpihan-serpihan bom, yang mencabik-cabik tubuh manusia yang tak berdosa.

Bila manusia yang mengaku beragama paling tinggi dan paling agung tidak lagi menganggap mulia manusia sehingga tidak lagi memuliakan manusia, buat siapa sebenarnya agama yang paling agung ini? Bukankah agama ini diturunkan untuk manusia?

Begitu banyak kisah kemanusiaan yang telah diteladankan Nabi SAW kepada kita. Tidak hanya kepada manusia, kepada makhluk lain pun beliau bersikap penuh kasih sayang. Termasuk kepada binatang. Salah satunya terlihat dari kisah berikut. Dari Abdullah bin Ja'far RA, ia mengatakan, “Rasulullah SAW memasuki kebun milik seorang dari kaum Anshar dan ternyata ada seekor unta.

Begitu melihat Rasulullah SAW, unta itu merintih dan bercucuran air mata.

Rasulullah SAW segera menghampirinya dan mengusap kedua pangkal telinganya, lantas unta itu diam.
Beliau bertanya, "Siapa pemilik unta ini? Siapa pemilik unta ini?"

Seorang pemuda Anshar datang dan berkata, “Milikku, wahai Rasulullah.”

Beliau bersabda, "Tidakkah engkau takut kepada Allah terkait binatang yang dijadikan oleh Allah sebagai milikmu?! Sesungguhnya ia mengadu kepadaku bahwa engkau membiarkannya kelaparan dan engkau berlaku kasar terhadapnya."

Bila hewan saja, yang tidak diberikan hati dan akal pikiran, begitu dihormati dan dikasihi oleh Nabi SAW, lalu bagaimana dengan manusia, yang dipilih oleh Allah SWT sebagai makhluk paling mulia di sisi-Nya?

Krisis Ittiba'
Ketika Allah menegaskan bahwa Rasulullah SAW tidaklah diutus melainkan sebagai rahmat bagi alam semesta, rahmatan lil ‘alamin, artinya, bila kita ingin keberagamaan kita, yakni Islam, sesuai dengan apa yang dimaksudkan dan dikehendaki oleh Allah SWT, tidak bisa tidak kecuali mengikuti dan meneladani Nabi SAW dalam segala aspek kehidupannya. Bukan hanya yang berkaitan dengan ubudiah kepada Allah, tetapi juga muamalah dengan sesama manusia dan semua makhluk Allah SWT yang lain.

Jika hal ini tidak dilakukan, Islam hanya akan dijadikan ajaran yang dipahami sekehendak hawa nafsu. Sehingga, bahkan Al-Qur’an pun dijadikan alasan untuk membunuh manusia yang tidak berdosa.

Bila akhir-akhir ini semakain ramai gerakan takfir dan tabdi` (mengkafirkan dan membid`ahkan) terhadap golongan yang dianggap tidak sepaham dengan kelompoknya, yang kemudian, di antaranya, melahirkan gerakan terorisme atas nama jihad dan agama dan gerakan anti Maulid, anti tahlil, dan anti ziarah serta mengkafirkan para pelakunya, serta gerakan-gerakan penyimpangan lainnya, hal itu tidak lain disebabkan karena di tubuh umat ini sedang terjadi krisis yang teramat mengkhawatirkan, yakni krisis ittiba' kepada para ulama, yang berarti krisis ittiba’ kepada Nabi SAW, yang pada hakikatnya adalah krisis berpegang teguh kepada Al-Kitab dan sunnah Nabawiyah.

Maka solusinya adalah berpegang teguh kepada Al-Kitab dan sunnah dengan ber-ittiba’ kepada para ulama ‘amilin dan awliya’ shalihin, “…Maka bertanyalah kepada ahlu dzikri (orang yang mempunyai pengetahuan) jika kalian tidak mengetahui.” – QS An-Nahl (16): 43.

Wallahu a`lam bishshawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar